PERSEPSI
GURU TERHADAP PENGAJARAN MASA DEPAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI AUGMENTED REALITY
UNTUK SEKOLAH DASAR
Abstrak: Tujuan kajian ini bertujuan
untuk mengenal tahap bahwa penggunaan teknologi ‘augmented reality’ (AR) sudah meluas. Penggunaan AR pada bidang pendidikan sudah banyak
digunakan, tetapi untuk negara Indonesia masih belum ada yang mampu untuk
mengembangkan ide-ide tersebut. Dengan menggunakan AR, pengajaran akan lebih
mudah, variatif, kreatif, efektif, inovatif, dan lebih menarik bagi anak-anak.
Dengan AR ini juga memudahkan pihak guru dalam menyampaikan pelajaran. Banyak
persepsi yang positif terhadap penggunaan AR dalam pendidikan, terutama mata
pelajaran tingkat SD. Disamping dapat menggerakkan otak kanan anak, juga dapat
menambahkan tingkat kreatifitas anak.
Kata kunci : augmented
reality, bidang pengajaran, bidang pendidikan, sekolah dasar, visual
informatik, guru
PENGENALAN
Penggunaan teknologi dalam pengajaran dan pembelajaran (P
& P) dalam pendidikan telah lama diaplikasikan. Menurut Gagne et al.
(2005), penggunaan teknologi seperti information communication technologies
(ICT) sebagai media pengajaran dalam P & P mampu membantu guru sebagai
media bantu mengajar dan membantu murid sebagai media bantu belajar. Hal ini
berhubungan dengan kebijakan ICT dalam pendidikan nasional yang diumumkan oleh
Menteri Pelajaran Malaysia, di mana penggunaan ICT dalam pendidikan menjadi
media pengajaran utama dan guru sebagai fasilitator dimulai pada tahun 2010
(Lim, 2010). Penggunaannya tergantung pada kemampuan murid dan konten yang
ingin disampaikan oleh guru (Norabeerah, Halimah & Azlina 2011). Jadi,
kehadiran sesuatu teknologi seperti augmented reality (AR) perlu diidentifikasi
potensi yang memungkinkan ia benar-benar bermanfaat bagi pendidikan dan juga
perlu diidentifikasi bentuk atau konten (isi) yang sesuai di mana ia menjadi
lebih berarti kepada pendidikan. Ulasan lalu mengidentifikasi bahwa antara faktor diri murid yang
berkontribusi dalam permasalahan keterampilan membaca adalah pengetahuan dasar
membaca dan menulis, lingkungan dan metode pengajaran guru (Abdul Rasid 2012).
Justru, dengan pemilihan media pengajaran seperti AR serta metode pengajaran
guru yang menarik berupaya memberikan alternatif solusi dalam permasalahan
keterampilan dasar membaca.
AR adalah teknologi yang
menggabungkan benda maya ke dalam dunia sesungguhnya dan pengguna dapat berinteraksi dengan objek
virtual tersebut secara
real time (Azuma, 1997). Ini sangat
berbeda dengan teknologi
virtual reality yang 'mengasingkan' pengguna ke dunia baru yang maya (Shaffer,
2001). Misalnya, pengguna
yang menggunakan aplikasi
virtual reality yang melibatkan petualangan di
angkasa, maka pengguna
akan 'merasa' seolah-olah dia telah berada di angkasa
dengan perlengkapan sebagai astronot dan
mampu berinteraksi dalam suasana tersebut
meskipun pada kenyataannya
dia sebenarnya berada
di sebuah ruangan
atau laboratorium realitas maya. Gambar
1 menunjukkan satu
contoh aplikasi AR,
di mana objek
bunga dan lebah
adalah objek virtual
yang berada di
dunia realitas (tangan
dan lingkungan).
Gambar
1: Contoh Aplikasi AR
Beberapa penelitian terakhir menggambarkan bahwa teknologi
AR sesuai digunakan
dalam pendidikan (Billinghurst,
2002), bahkan ia
telah mencoba diaplikasikan
dalam bidang Sains
seperti penelitian yang dilakukan oleh
Norziha dkk. (2009).
Dalam bidang Astronomi
pula, penelitian AR
dilakukan oleh Soga
dkk. (2008). Dalam
bidang bahasa, ia
juga diaplikasikan dalam pengajaran Bahasa
Inggris sebagaimana penelitian Tsung-Yu
Liu et al.
(2007) dengan menggunakan
media seluler untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris dan
pengembangan bahan bantu 3 ISSN: 2180-4842. Vol. 2,
Bil. 2 (November
2012): 1-10 mengajar dan belajar yang
diberi nama Letters
Alive! oleh Logical
Choice, untuk membantu
murid prasekolah belajar
membaca (Logical Choice,
2011). Temuan penelitian
Logical Choice menunjukkan
bahwa aplikasi AR
berupaya meningkatkan minat murid, meningkatkan
rasa ingin tahu
dan menyenangkan murid
karena mereka dapat
berinteraksi secara waktu-nyata dengan
objek virtual 3D.
Bahkan siswa mampu
melihat dan menggerakkan
objek virtual 3D
yang berada di
depan mereka berdasarkan
perspektif pilihan mereka tampaknya memegang
benda nyata.
Sementara di Malaysia,
studi pengaplikasian AR dalam bahasa seperti bahasa Melayu
masih sangat baru
dan penelitian sedang
dilakukan oleh beberapa
orang peneliti. Diantaranya,
Hafiza dan Halimah
(2011) yang mengkaji
pengaplikasian AR bagi murid pemulihan
Bahasa Melayu tingkat
satu yang melibatkan
beberapa orang murid
yang dimasukkan dalam
kelas pemulihan di
sekolah rendah. Roslinda
dan Halimah (2011)
yang mengkaji pengaplikasian
AR untuk membantu
murid sekolah rendah
dari tahun satu
sampai tahun enam
yang memiliki sindrom-down belajar membaca.
Ulasan mereka menggunakan
metode studi kasus
di mana murid
dipilih oleh guru
berdasarkan kriteria yang dipilih.
Namun, literatur menunjukkan bahwa
penelitian terhadap pengaplikasian AR dalam
pembelajaran tingkat
SD, baik
dalam atau luar
negeri masih sangat
kurang. Justru, penelitian
ini bertujuan mengidentifikasi
tingkat kesadaran dan persepsi guru
Sekolah Dasar terhadap penggunaan aplikasi AR dalam
pendidikan. Masih tidak ada lagi buat masa kini, penelitian untuk mengidentifikasi
tingkat kesadaran para guru terhadap
kehadiran teknologi ini dan persepsi
mereka dalam mengaplikasikannya
dalam P &
P tingkat SD. Ulasan ini
penting karena guru
adalah key player
yang memainkan peran dalam mempengaruhi sesuatu
teknologi digunakan dan diaplikasikan dalam
dunia pendidikan (UNESCO,
2011). Bahkan guru
juga elemen yang
menjadi penyumbang besar dalam perkembangan
teknologi ini digunakan
secara optimal di
Indonesia.
Kelebihan AR dilihat sebagai faktor yang mendorong ia
diaplikasikan dalam pendidikan. Kelebihan teknologi ini adalah ia berupaya
membantu murid dalam proses kognitif terutama dalam kemampuan menangani isu
visual ruang (Scheiter et al. 2009). Selain itu, AR juga meningkatkan tingkat
motivasi murid, memberi dampak positif kepada pengalaman pembelajaran, terutama
bagi murid yang lemah (Freitas & Campos 2008), membantu dalam pengembangan
pemikiran kreatif, meningkatkan pemahaman dan mengubah paradigma kurva pembelajaran
murid dalam mempelajari sesuatu mata pelajaran ( Huda Wahida et al. 2010).
Selain itu, ia mampu memberikan pengalaman belajar baru yang menyenangkan (Juan
et al. 2008) dan mendorong murid melakukan eksplorasi otomatis pada judul yang
dipelajari (Kaufmann 2006). Tidak heran jika dengan kemampuan ini, AR dapat
menghemat waktu dalam penguasaan sesuatu ilmu dan memberi alternatif kepada
guru untuk menggunakan satu media pengajaran yang lebih interaktif, menarik dan
efisien (Huda Wahida et al. 2010).
Efek positif ini diperoleh
karena AR memiliki
fitur seperti pengguna
dapat menggerakkan benda maya dan melihat dari berbagai
sudut seumpama melihat
dan memegang sebuah
benda nyata (Billinghurst
2002), mendukung interaksi
tanpa kelim (seamless)
di antara lingkungan
virtual dan realitas
dan menggunakan antarmuka
metafora dunia realitas
untuk melakukan manipulasi
menggantikan perangkat input seperti mouse
dan keyboard. Selain
itu, teknologi ini
mampu melakukan transisi
antara realitas dan
virtual secara lancar.
Kelebihan ini diidentifikasi
sebagai faktor mendorong
penelitian ini dilakukan
untuk melihat tingkat
kesadaran guru terhadap
penggunaan teknologi AR dalam pendidikan
agar guru dapat
mengaplikasikannya dan seterusnya mengoptimalkan penggunaannya selama proses
P & P.
METODOLOGI
Studi Kasus
Studi
kasus yang digunakan adalah metode wawancara dengan menggunakan protokol
wawancara terstruktur, yang terdiri dari tiga pertanyaan. Pertanyaan pertama
adalah untuk mengetahui, apakah informan pernah melihat teknologi tersebut.
Sedangkan pertanyaan kedua adalah untuk mengetahui apakah informan mengetahui
tentang teknologi tersebut. Sementara pertanyaan terakhir adalah untuk
mengetahui persepsi informan terhadap teknologi AR. Semua informan juga telah
ditunjukkan demonstrasi aplikasi AR menggunakan aplikasi AR yang dikembangkan
oleh peneliti sendiri dan tayangan video pengaplikasian AR dalam pendidikan
yang pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Sedangkan informan yang
terlibat adalah sebanyak 44 orang guru sekolah dasar yang telah menjalani
pendidikan Diploma keguruan.
Penentuan Tingkat Kesadaran
Untuk
menentukan tingkat kesadaran informan terhadap teknologi AR, peneliti membagi
jumlah guru yang telah mengetahui tentang teknologi AR dan pernah melihat
teknologi ini pada tiga tingkat, yaitu tinggi, sedang dan rendah (Rosnaini et
al. 2011). Tabel 1 merinci tingkat penentuan ini.
Tabel
1 Penentuan tingkan kesadaran
Rentang
Persen
|
Tingkat
|
|
0.00
|
33.33
|
Rendah
|
33.34
|
66.66
|
Sedang
|
66.67
|
100.00
|
Tinggi
|
PEMBAHASAN
Taburan Demografi
Tabel
2 berisi taburan demografi guru yang terlibat sebagai sampel dalam penelitian
ini yang melibatkan faktor gender, dan pengalaman mengajar. Sebanyak 16% guru
pria dan 84% guru perempuan yang terlibat. Lebih dari setengah informan
memiliki pengalaman mengajar lebih dari lima tahun (52.3%).
Tabel
2 Taburan demografi guru (N=44)
Faktor
Demografi
|
Faktor
|
Frekuensi
|
Persen(%)
|
Jenis
Kelamin
|
Pria
|
7
|
15.9
|
Wanita
|
37
|
84.1
|
|
Pengalaman
Mengajar (tahun)
|
Kurang
5
|
21
|
47.7
|
5-15
|
21
|
47.7
|
|
Lebih
15
|
2
|
4.6
|
Tingkat Kesadaran Guru Terhadap
Teknologi AR
Tabel
3 menunjukkan bahwa hanya satu dari 44 orang guru (2,3%) yang mengakui
mengetahui tentang teknologi ini. Sementara hanya dua orang dari 44 orang guru
(4,6%) mengakui pernah melihat teknologi AR. Secara keseluruhan tingkat
kesadaran guru terhadap teknologi AR adalah rendah (berdasarkan Tabel 1).
Mayoritas dari mereka mengakui tidak pernah mengetahui atau melihat teknologi
ini.
Tabel
3 Tahap kesadaran terhadap teknologi AR
Kasadaran
terhadap AR
|
Frekuensi
|
Pesen
(%)
|
Tingkat
|
Mengetahui
tentang teknologi AR
|
1
|
2.3
|
Rendah
|
Pernah
melihat teknologi AR
|
2
|
4.6
|
Rendah
|
Keseluruhan
|
3.4
|
Rendah
|
Persepsi Guru Terhadap Teknologi AR
Informan
yang terlibat memberikan masukan yang sangat positif terhadap teknologi AR dan pengaplikasiannya
dalam pendidikan jenjang sekolah dasar. Mereka berpendapat bahwa teknologi AR
ini cocok diaplikasikan dalam pendidikan (Guru 1, Guru 14, Guru 18, Guru 19,
Guru 26, Guru 32, Guru 3), memberi manfaat kepada guru (Guru 6), membantu dalam
melaksanakan P & P yang lebih baik (guru 20), dan memudahkan guru dalam
menyampaikan proses P & P (guru 39, Guru7) agar lebih efektif (guru 42).
Selain
itu, mereka juga merasakan bahwa mereka sendiri tertarik (Guru 11, Guru 15,
Guru 17, Guru 22, Guru 36, Guru 4, Guru 1, Guru 5, Guru 7) dengan teknologi ini
dan tidak mustahil ia berupaya menarik (Guru10, guru 17, Guru26, guru 30) dan
merangsang minat murid (Guru1, Guru42).
Selanjutnya,
atribut teknologi AR yang memungkinkan pengguna berinteraksi dengan dunia maya
secara waktu-nyata membantu efektivitas sesuatu proses P & P. Hal ini
diungkapkan dalam salah satu pernyataan informan. Namun mereka juga mengakui
bahwa kendala keterampilan teknis mungkin menjadi faktor yang membatasi guru
dari menggunakan teknologi ini di dalam kelas untuk tujuan P & P.
KESIMPULAN
Tingkat
kesadaran guru Sekolah Dasar terhadap teknologi AR dalam pendidikan adalah
rendah. Namun begitu, mereka mengakui bahwa teknologi AR sesuai digunakan dalam
pendidikan umumnya. Ulasan ini memberikan paparan guru Sekolah Dasar terhadap
teknologi AR yang dapat digunakan sebagai media pengajaran alternatif selain
yang biasa digunakan oleh mereka, bahkan mereka juga senang dengan kelebihan
teknologi ini yang sangat berbeda dengan bahan bantu mengajar yang pernah
mereka gunakan sebelumnya. Mengingat ada kendala keterampilan teknis yang
diperlukan yang menyulitkan guru-guru memproduksi sendiri bahan bantu mengajar
menggunakan alat authoring AR ada, maka kebutuhan untuk lebih banyak penelitian
dan produksi bahan bantu mengajar dan belajar menggunakan teknologi ini dalam P
& P perlu dilakukan oleh pihak tertentu seperti Kementrian Pendidikan.
Ulasan berikutnya terhadap kesiapan guru dari segi keterampilan ICT yang
dibutuhkan dalam pengembangan aplikasi AR dan mengidentifikasi konsep
penggunaan yang sesuai menggunakan AR dalam pendidikan, perlu dilakukan untuk
memungkinkan teknologi ini dapat dioptimalkan penggunaannya dalam pendidikan.
Semoga pengaplikasian teknologi AR dalam pendidikan Sekolah Dasar, bukan hanya
menambahkan teknologi baru dalam pendidikan di Indonesia, tetapi ia melengkapi
dan menyempurnakan apa yang ada digunakan dalam dunia pendidikan. Selanjutnya
menjadi media pengajaran masa depan yang inovatif, menarik dan efektif dalam
pendidikan Sekolah Dasar.
NAMA KELOMPOK
Ariani Kartika
Anugerah Pekerti
Haris Mei Fajri
Ariani Kartika
Anugerah Pekerti
Haris Mei Fajri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar